Penari Mancanegara Semarakkan Tawur Agung Kesanga

6 min read
0
307

Prambanan, 1 Saka 1940 atau bertepatan bulan ketiga tahun 2018 di hari ke 16.

Pagi tadi Candi Prambanan terlihat elok dengan langit cerah dan biru. Candi Hindu terbesar di Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 Masehi ini belum ada satupun wisatawan, hanya tampak seorang petugas kebersihan menyapu dedaunan yang terbawa angin hingga tepat di depan candi utama Prambanan, yakni Candi Siwa.

Tampak pula beberapa fotografer yang sudah membidik sudut-sudut candi yang tersorot cahaya matahari pagi. Dari komplek Candi Prambanan memandang ke utara menjulang gagah Gunung Merapi, yang pagi itu terlihat sangat jelas beserta lekuk-lekuk dan sedikit asap sulfatara yang tersapu angin. Di barat daya terlihat jelas Gunung Sindoro-Sumbing, juga Gunung Slamet. Di sisi barat hingga tenggara deretan perbukitan Menoreh tak mau kalah menampakkan keelokannya.

Hari ini bertepatan dengan acara Tawur Agung Kesanga, yang merupakan upacara yang digelar oleh umat Hindu sehari jelang perayaan Nyepi. Merujuk pada konsep ajaran Tri Hita Karana, Tawur Agung Kesanga mencakup tiga unsur, yaitu antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam semesta. Upacara ini dilangsungkan sehari sebelum perayaan Nyepi guna membersihkan diri sebelum melakukan wening di Hari Raya Nyepi.

Upacara yang didahului dengan pengambilan air suci di komplek Ratu Boko ini dilanjutkan dengan mendak tirta. Berbeda dengan upacara dari tahun-tahun sebelumnya, mendak tirta di candi utama Prambanan (Syiwa, Wisnu, Brahma) ini hanya dilakukan oleh beberapa Pedanda (pemuka agama Hindu).

Pradaksina

Pedanda yang berjumlah sekitar 40 orang tersebut melafalkan kidung-kidung mantra, yang kemudian memasuki setiap candi utama di kompleks Candi Prambanan untuk melakukan doa. Ritual Pradaksina menutup upacara medak tirta dengan mengelilingi Candi Siwa dengan melantunkan puja kidung-kidung mantra.

Rangkaian upacara Tawur Agung Kesanga berlanjut di sisi timur Candi Prambanan. Tampak beberapa umat Hindu dari berbagai wilayah di Jogja dan Jawa Tengah mulai berdatangan dengan membawa persembahan dan sesaji. Para Begawan pun sudah melakukan ritual doa-doa puja.

Seremonial upacara Tawur Agung Kesanga diawali dengan menyanyikan lagu “Indonesia Raya” oleh seluruh umat yang hadir. Dilanjutkan dengan tari Gambyong yang ditampilkan oleh siswi umat Hindu di Jawa Tengah, dari SD hingga SMU.

“Saya senang sekali bisa tampil menari gambyong di depan Pak Menteri, juga merasa bangga bisa menjadi salah satu penari yang menyemarakkan acara Tawur Agung ini”, ungkap Kadek, salah satu penari Gambyong yang kini mengenyam pendidikan di SMAN 1 Prambanan.

Tari Gambyong

Unik! Salah satu penari gambyong berasal dari mancanegara. Meskipun masih berusia sekitar 10 tahun namun sudah luwes berlenggok mengikuti musik gamelan yang mengiringi. Sayang sekali tim liputan kami tidak berhasil menemui anak tersebut untuk sekedar tanya jawab karena sudah terburu meninggalkan acara bersama ibundanya.

Tawur Agung Kesanga kali ini dihadiri pula oleh Menteri Agama RI,  Lukman Hakim Saifudin. Dalam sambutannya beliau menekankan pentingnya kerukunan antar umat beragama di Indonesia. Sesuai dengan tema perayaan Nyepi tahun 2018 ini “Melalui Catur Brata kita tingkatkan kerukunan antar umat beragama”.

Sebelum upacara ritual Tawur Agung dengan doa-doa puja, ditampilkan pula tarian kolosal Rama-Shinta yang dilakukan oleh sanggar tari Soeryo Soemirat dari istana Mangkunegaran. Penari yang berjumlah 30 orang ini sangat menarik hingga membuat sebagian umat merangsek kedepan untuk turut mengabadikan dengan smartphone mereka.

Ogoh-Ogoh

Acara berlanjut kembali di malam hari, dengan pentas budaya malam Tawur Agung di sisi selatan Candi Prambanan. Berbagai kesenian mulai dari tarian khas Dayak, permainan musik Sape, tari Kecak dan permainan bola api dan Ogoh-ogoh. Menariknya, para tamu dan penonton diberi kesempatan untuk bersama-sama memainkan ogoh-ogoh. Tampak beberapa wisatawan dari Turki sangat menikmati memainkan ogoh-ogoh dengan semangat.

Acara ditutup dengan pembakaran 2 (dua) buah ogoh-ogoh. Hal ini menjadi perlambang bahwa umat Hindu sudah menutup upacara dengan mematikan godaan duniawi dan siap memasuki hari raya Nyepi, hari untuk menenangkan diri dan memenangkan dari hawa nafsu duniawi.

Load More Related Articles
Load More By jalu tajam
Load More In Event