Menengok Bekas Keraton ‘Kaisar’ Tanah Jawa

7 min read
0
563

DSC04972

Salah satu umpak di situs Kerta (dokumentasi penulis).

Kala itu Bantul sedang panas-panasnya. Tiga puluh tiga derajat celcius kalau kata mbah Gugel. Tanah mulai kering akibat airnya terbawa panasnya matahari. Apalagi hujan sudah lama tidak membasahi tanah itu. Walaupun panas menyeruak, namun ada satu hal yang tetap berdiri tegak di bawah panasnya sinar matahari.

Dua buah umpak (alas tiang) yang besar berdiri di situs ini. Ukurannya lebih besar daripada umpak yang ada di Keraton Yogyakarta maupun Surakarta. Umpak-umpak tersebut merupakan saksi bisu berkembangnya kerajaan besar yang kekuasaannya meliputi sebagian besar pulau Jawa dan Madura, juga beberapa bagian pulau Sumatera, dan Kalimantan.

Pada tahun 1617, Panembahan Hanyakrakusuma (gelar Sultan Agung pada saat itu) menyiapkan lahan untuk dibangun keraton baru Mataram di Kerta. Beliau baru pindah ke Kerta dari Kotagede pada tahun berikutnya. Walaupun begitu, ibu suri masih bertempat di Kotagede.

Kala itu, tahun 1617-1618, terjadi pemberontakan di Pajang (dekat kota Solo sekarang). Orang-orang Pajang kemudian dikalahkan dan diperintahkan untuk bedhol desa atau pindah desa ke Kerta. Di sana, mereka dipekerjakan sebagai pembuatan batu bata untuk membangun keraton.

Setidaknya ada dua babad yang mengabadikan pembangunan Keraton Kerta. Babad tersebut adalah Babad Momana, dan Babad Ing Sangkala. Selain babad, catatan orang Belanda juga menggambarkan kondisi keraton pada saat itu. Disebutkan kebanyakan komponen, termasuk pagar pembatas keraton, terbuat dari balok kayu. Walaupun beberapa beberapa berbahan dasar batu bata.

kerta 2

Struktur penguat batur Siti Hinggil (dokumentasi penulis).

Keraton Kerta terus berkembang. Komponen-komponen bangunan yang ada di kompleks kraton terus bertambah. Balai Prabayeksa ditambahkan pada tahun 1620, dan Siti Hinggil ditambahkan pada 1625. Badan air buatan yang biasa disebut Segarayasa juga dibuat di dekat sini.

Karena Sultan Agung terlalu sibuk menaklukan daerah demi daerah dan menangani berbagai pemberontakan, keraton Kerta belum sampai pada tahap selesai. Pusat pemerintahan kemudian dipindahkan ke Pleret oleh penerusnya, Susuhunan Amangkurat. Kerta kemudian ditinggalkan, walaupun Segarayasa tetap digunakan.

kerta 3

Struktur penguat batur Siti Hinggil (dokumentasi penulis).

Situs Kerta merupakan situs yang diyakini merupakan bekas Siti Hinggil keraton Kerta. Warga sekitar menyebut situs ini sebagai lemah duwur karena tanahnya lebih tinggi daripada tanah yang ada di sekitarnya. Berabad-abad ditinggalkan, situs ini menjadi tidak terawat. Bahkan, beberapa menggunakan tanah di situs ini untuk membuat batu bata, dan membuatnya menjadi tempat pembuangan sampah.

Siti Hinggil merupakan tempat di mana abdi dalem menghadap pemimpin kerajaan pada beberapa upacara kerajaan. Disebut Siti Hinggil karena tanah yang ada di tempat ini lebih tinggi daripada tanah sekitarnya. Pembuatan Siti Hinggil dalam tata letak keraton kemudian diikuti oleh keraton-keraton penerus Mataram.

Kemungkinan, umpak yang ada di situs ini ada 4. Namun, yang tersisa di situs ini hanya ada dua umpak. Umpak satunya dijadikan umpak masjid Saka Tunggal di dekat Tamansari, satunya lagi hilang ketika dibawa ke Surakarta.

DSC04975

Salah satu dari umpak di Situs Kerta (dokumentasi penulis).

Jika diperhatikan, dinding umpak tersebut membentuk suatu motif. Motif tersebut merupakan stiliran dari kata Muhammad dalam huruf Hijaiyah (Arab). Bentuk umpak tersebut kemudian diikuti oleh kerajaan penerus dinasti Mataram, terutama Kesultanan Yogyakarta.

Ekskavasi di situs ini sudah dilakukan beberapa kali yang diadakan oleh instansi yang berwenang. Ekskavasi pertama kali diadakan pada tahun 2007. Hal ini bertujuan untuk mencari struktur dari Siti Hinggil. Sampai tulisan ini dibuat, ekskavasi terakhir kali dilakukan selama bulan Juli tahun 2019.

bata kerta

Batu bata penguat struktur (dokumentasi penulis).

Dari beberapa ekskavasi tersebut, terdapat beberapa penemuan menarik yang didapatkan. Struktur dari bagian yang diprediksi merupakan bagian utama Siti Hinggil diperkuat oleh batu bata. Beberapa batu bata memiliki motif masing-masing. Ada yang berbentuk 2 strip melengkung, garis menyilang, hingga garis melengkung. Belum diketahui fungsi sebenarnya motif tersebut.

kerta 1

Struktur berbahan dasar batu vulkanik (dokumentasi penulis).

Selain batu bata, beberapa tempat diperkuat oleh batu vulkanik. Beberapa diantaranya memiliki relief berbentuk padi. Kasus seperti ini cukup unik karena batu andesit digunakan menjadi bahan bangunan candi masa Hindu-Buddha dan jarang digunakan sebagai bahan material pada masa Islam.

Kotak-kotak ekskavasi yang berisi struktur penguat Siti Hinggil Keraton Kerta kini dibuka untuk diperlihatkan ke khalayak umum. Seperti yang dilakukan di situs Masjid Kauman Pleret. Tidak ada tiket masuk, cukup bermodal air putih, dan bensin bagi yang menggunakan kendaraan pribadi bermotor.

Jadi, tertarik menjelajahi Situs Kerta?

DSC00156

Salah satu batu penguat yang berelief  (dokumentasi penulis).
Load More Related Articles
Load More By Muhammad Faiz
Load More In Heritage