Masjid Gedhe Mataram Kotagede, Bukti Akulturasi Hindu Islam di Tanah Jawa By Muhammad Faiz Posted on 6 March 20207 min read 0 976 Share on Facebook Share on Twitter Share on Pinterest Share on Linkedin genpijogja.com – Tempat ibadah merupakan salah satu komponen dalam susunan pusat kerajaan di Jawa. Hal ini berkaitan dengan konsep catur gatra yang terdiri dari empat elemen yang menjadi kesatuan.Keempat elemen tersebut adalah aspek pemerintahan yang direpresentasikan sebagai keraton, aspek ekonomi sebagai pasar, aspek sosial sebagai alun-alun dan aspek religius sebagai masjid.Masjid Gedhe Mataram antara akhir abad ke-19 akhir, dan abad ke-20 awal. Sumber : KITLV.Konsep tersebut juga diterapkan di pusat kerajaan Mataram Islam. Diketahui bahwa pusat kerajaan Mataram sekarang berada di Kotagede. Salah satu bagian dari catur gatra tunggal dari kerajaan Mataram yang masih digunakan hingga sekarang adalah Masjid Gedhe Mataram, selain Pasar Legi Kotagede. Hingga sekarang, Masjid Gedhe Mataram masih sering digunakan untuk kegiatan keagamaan.Kemungkinan besar Masjid Gedhe Mataram sudah ada sejak Ki Ageng Pamanahan mendirikan kerajaan Mataram Islam. Awalnya, masjid tersebut hanya berupa langgar. Tetapi langgar tersebut dipindahkan lalu dijadikan cungkup makam pada masa kepimpinan anaknya, Panembahan Senopati.Gapura utama Masjid Kotagede oleh Kassian Cephas. Sumber : KITLV.Pada tahun 1511 Jawa atau 1589 Masehi menurut Babad Momana, sebuah masjid yang diperintahkan oleh Panembahan Senopati dibangun akhirnya selesai. Kemungkinan masjid tersebut adalah cikal bakal dari Masjid Gedhe Mataram.Masjid ini menjadi pusat Islamisasi di tanah Mataram sekaligus masjid yang paling tua di tanah Daerah Istimewa Yogyakarta hingga saat ini.Pada era itu, masih banyak masyarakat yang memeluk agama selain Islam terutama Hindu maupun Buddha. Maka dari itu, proses Islamisasi tidak serta merta langsung mengganti tatanan budaya lama. Tetapi mengadopsi beberapa aspek agar bisa diterima oleh masyarakat pada saat itu.Bagian depan masjid. Masjid ini memiliki bentuk seperti ini baru ketika direnovasi oleh Sunan Pakubuwono X dari Surakarta pada tahun 1926 Masehi. Foto milik Muhammad Faiz.Arsitektur dan gaya seni dari struktur maupun bangunan Masjid Gedhe Mataram mengadopsi beberapa hal dari leluhurnya. Walaupun sebenarnya hal seperti ini tidak baru karena masjid-masjid maupun makam-makam di Pesisir Utara Jawa sudah melakukannya terlebih dahulu. Hal ini menandakan keberlanjutan dari gaya seni dari gaya seni Jawa Kuno.Untuk orang awam, gerbang Masjid Gedhe Mataram lebih mirip candi-candi Majapahit atau bahkan pura di Bali. Hal ini tidak salah karena gerbang tersebut mengadopsi bentuk gapura paduraksa atau gopuram kuil jika mengacu pada definisi pada kuil-kuil Hindu di tanah India.Bagian atap Masjid Gedhe Mataram berundak-undak dengan dekorasi-dekorasi berupa relief yang mirip dengan relief candi.Ukiran Kala di gapura Masjid Gedhe Kotagede. Foto milik Muhammad Faiz.Tidak seperti saudaranya di Pesisir Utara, penggambaran figur makhluk hidup di masjid Masjid Gedhe Mataram lebih ‘berani’. Jika di bangunan-bangunan awal Islam di Pesisir Utara menstilirkan atau menyamarkan figur makhluk hidup, maka di masjid Masjid Gedhe Mataram figurnya dibuat ala kadarnya. Salah satu contohnya adalah relief kala yang ada di gapura Masjid Gedhe Mataram.Figurnya terlihat jelas memiliki mata, hidung, dan mulut. Tidak seperti gaya seni di Pesisir yang figurnya dibentuk dari tumbuhan-tumbuhan atau elemen lain membentuk suatu figur.Bagian utama dari masjid. Foto milik Muhammad Faiz.Masjid di Asia Tenggara itu unik, bangunannya tidak berkubah seperti di Timur Tengah maupun Asia Selatan tetapi beratap tajug atau meruncing ke atas. Ada beberapa pendapat tentang asal usul gaya seperti ini.G.F. Pijper berpendapat bahwa gaya ini merepresentasikan atap meru yang sudah digunakan pada era Jawa Kuno. Hal ini juga dibuktikan dengan bukti arkeologis seperti candi-candi yang memiliki susunan atap yang kemungkinan besar membentuk atap tajug, maupun relief-relief kuil di candi. Berarti, bentuknya merupakan kelanjutan dari gaya seni bangunan Jawa Kuno.Jaladwara di Sendang Seliran. Foto milik Muhammad Faiz.Selain aspek pra-Islam yang sudah disebutkan tadi, beberapa aspek Islam juga menonjol apalagi bangunan Masjid Gedhe Mataram adalah tempat ibadah umat Islam. Penggunaan mihrab atau pengimaman, maupun mimbar tempat berkhotbah yang sering ditemukan di masjid-masjid yang ada di dunia Islam.Bangunan Masjid Gedhe Mataram juga mengarah ke barat, yang diasumsikan oleh pembuatnya mengarah ke kiblat, salah satu syarat utama shalat.Pada akhirnya, Masjid Gedhe Mataram di Kotagede merupakan salah satu contoh dari akulturasi. Aspek-aspek budaya sebelum Islam, membaur membentuk bangunan masjid yang merupakan tempat ibadah umat Islam. Masjid ini menandakan bahwa kebudayaan baru tidak harus seutuhnya menggeser elemen-elemen dari kebudayaan lama.