Biennale Jogja 17, Masuk Desa Libatkan Masyarakatnya By Kazebara Posted on 6 October 20234 min read 0 33 Share on Facebook Share on Twitter Share on Pinterest Share on Linkedin Biennale Jogja 17 tahun ini menghadirkan cara baru untuk menampilkan karya seni bagi masyarakat. Karya-karya yang dipamerkan tidak hanya dibuat oleh seniman di ruang-ruang seninya sendiri. Tapi masuk ke desa-desa melibatkan warganya untuk turut berkarya, tampil dan menikmati seni. Bahkan mengubah pengetahuan lokal dalam kehidupan mereka yang mungkin dianggap biasa, menjadi karya yang bermakna.Biennale Jogja Equator (BJE) Putaran Kedua (2-23-1027) memunculkan gagasan tentang trans-lokalitas dan trans-historitas untuk memberi ruang bagi sejarah yang lain dengan spririt yang sama, meskipun berada dalam kawasan di luar Global Selatan. “Pada kegiatan Biennale kali ini mengusung topik trans-lokalitas dan trans-historisitas yang kami proyeksikan berlangsung sampai 3 edisi kedepan,” jelas Alia Swastika, Direktur Yayasan Biennale saat agenda jumpa pers di Taman Budaya Yogyakarta (04/10/2023).BJE menggunakan konsep trans-lokalitas untuk menghubungkan pengetahuan di satu lokalitas dengan lokalitas yang lain, mengupayakan sistem seni dan kebudayaan yang berdasarkan situasi adat spesifik, serta mengartikulasikan pengetahuan yang lebih berakar pada bahasa-bahasa lokal. Gagasan trans-historitas menunjuk pada alur sejarah yang menjadi inspirasi pada gerakan sipil semacam Biennale Jogja untuk memberi kontribusi pada perubahan konstelasi kekuasaan dalam dunia seni.Dalam pengantar Guide Book Biennale Jogja 17 Alia Swastika menyebutkan melalui “Titen: Pengetahuan Menubuh, Pijakan Berubah”, Biennale kali ini ingin melihat ulang bagaimana praktik relasi kuasa pengetahuan dibentuk dan dilanggengkan, dan pada saat yang sama, masa depan bagi dunia masa kini dibayangkan bisa bertumbuh dari kemampuan manusia untuk kembali memahami pengetahuan lokal. Titen berupaya untuk memberi makna baru pada hubungan manusia dengan alam, baik dalam konteks spiritual maupun dalam hubungan sosial. Karena itulah, kerja-kerja mendokumentasikan pengetahuan, merawat ritual, mendorong keterlibatan sosial, dan mengartikulasikan solidaritas menjadi pijakan-pijakan penting dalam Biennale 17 2023.Pameran Biennale Jogja 17 menyajikan seniman-seniman yang dipilih oleh kurator dan melaksanakan berbagai program yang berkaitan dengan tema Biennale. Tahun ini sebanyak 60 seniman dan kelompok dari berbagai daerah di Indonesia, Asia Selatan, dan Eropa Timur berpartisipasi dalam pameran utama. Pameran Biennale Jogja 17 menyajikan seniman-seniman yang dipilih oleh kurator dan melaksanakan berbagai program yang berkaitan dengan tema Biennale. Tahun ini sebanyak 60 seniman dan kelompok dari berbagai daerah di Indonesia, Asia Selatan, dan Eropa Timur berpartisipasi dalam pameran utama.“Yang menarik dari kegiatan ini, karena merupakan bentuk upaya bisa dibilang menyambung kembali rajutan sejarah yang putus. Biennale Jogja dalam bingkai trans-lokalitas dan trans-historisitas ini mencoba membangun dialog dengan Kawasan Eropa Timur dan menjelajah wilayah pinggiran lain dimana solidaritas dan pengetahuan baru dibangun, dilegitimasi dan ditumbuhkan,” jelas Adelina Luft, Kurator Biennale Jogja 17 asal Rumania.