7 Tahun UU Keistimewaan DIY, Sebuah Catatan Merunut Sejarah Paniradya Kaistimewan

6 min read
0
826

Hari ini tepat 7 tahun sudah Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) disahkan. Banyak anak muda Jogja yang belum tahu bahwa UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY disahkan oleh DPR RI pada tanggal 31 Agustus 2012.

Pertanyaan yang muncul di benak kita adalah benarkah keistimewaan Jogja baru berumur 7 (tujuh) tahun? Dalam artikel kali ini, Genpi Jogja akan merunut sejumlah catatan yang berisi sederet peristiwa bersejarah, kenapa Jogja menempati posisi “istimewa” dalam sejarah nasional negeri ini.

Sejarah mencatat bahwa setelah menerima Piagam 19 Agustus 1945 dari Presiden Soekarno, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan KGPAA Paku Alam VIII memutuskan untuk menanggapi dengan mengeluarkan Amanat 5 September 1945.

Pernyataan Sri Sultan HB IX dan Paku Alam VIII tentang dukungannya pada Republik Indonesia itu, dibuktikan dengan adanya amanat yang ditujukan kepada rakyat Jogja. Amanat ini diumumkan pada tanggal 5 September 1945.

Amanat 5 September 1945 berisi bahwa Kasultanan Ngayogyakarta dan Paku Alaman menjadi bagian dari Republik Indonesia dengan nama Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sebelum Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualam menyatakan diri bergabung, tidak ada satu pun kerajaan ataupun negara-negara bentukan Belanda yang menyatakan bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Momentum bergabungnya Jogja menjadi sangat strategis terhadap kemerdekaan Republik Indonesia 1945.

Amanat 5 September 1945 mencakup tiga hal, yakni:

(1). Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan Daerah Istimewa dari Negara Republik Indonesia.

(2).Semua urusan pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta dipegang oleh Sultan.

(3).Sultan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia.

Sejak saat itu, Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi daerah dengan keistimewaan yang ditetapkan sendiri oleh pemerintah Indonesia. Seperti beroperasi dalam bentuk pemerintahan yang dipegang langsung oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX (sebagai gubernur) dan KGPAA Paku Alam (sebagai wakil gubernur) hingga saat ini.

Untuk kembali mengingat sejarah  bergabungnya Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, berikut ini catatan bunyi amanat Sultan Hamengku Buwono IX yang ditandatangani pada 5 September 1945.

AMANAT SRI SULTAN HB IX 5 September 1945 tentang status Jogja terhadap NKRI
AMANAT SRI SULTAN HB IX 5 September 1945 tentang status Jogja terhadap NKRI

AMANAT SERIPADUKA INGKANG SINUWUN KANGDJENG SULTAN JOGJAKARTA

Kami HAMENGKU BUWONO IX Sultan Negeri Ngajogjokarto Hadiningrat, menjatakan:

(1). Bahwa Negeri Ngajogjokarto Hadiningrat jang bersifat Keradjaan adalah daerah istimewa dari Negara Republik Indonesia.

(2). Bahwa Kami sebagai Kepala Daerah memegang segala kekuasaan dalam Negeri Ngajogjokarto Hadiningrat, dan oleh karena itu berhubung dengan keadaan dewasa ini, segala urusan pemerintahan Dalam Negeri Ngajogjokarto Hadiningrat mulai saat ini berada ditangan Kami dan kekuasaan-kekuasaan lainnja Kami pegang seluruhnja.

(3). Bahwa, perhubungan antara Negeri Ngajogjokarto Hadiningrat dengan Pemerintah Pusat Republik Indonesia bersifat langsung dan kami bertanggung-djawab atas negeri kami langsung kepada Presiden Republik Indonesia.

Kami memerintahkan supaja segenap penduduk dalam Negeri Ngajogjokarto Hadiningrat mengindahkan amanat kami ini.

Ngajogjokarto Hadiningrat,

28 Puasa, Ehe 1976 (5 September 1945).

Setahun yang lalu, Gubernur DIY Sri Sultan HB X dalam momen 6 tahun UU Keistimewaan DIY memberi catatan tentang pentingnya singkronisasi kelembagaan atau pengorganisasian untuk mengaplikasikan anggaran dan kelembagaan.

Maka dari itu, Lembaga Paniradya lahir dalam rangka membidangi Keistimewaan Jogja. Paniradya sendiri bukanlah lembaga baru di Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Awalnya Paniradya dikenal sebelum kemerdekaan Republik Indonesia 1945. Kala itu penjajah Jepang mengangkat “Sumotyokan” atau Pepatih Dalem. Sumotyokan ini kemudian berkantor di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan dikontrol langsung oleh HB IX.

Sultan HB IX kemudian membentuk jawatan-jawatan yang disebut Paniradya. Sehingga segala urusan yang dipegang “Sumotyokan” diambil alih oleh tim Paniradya.

Kala itu Paniradya terdiri dari Paniradya Kapatihan, Paniradya Ayahan Umum, Paniradya Wiyataradya, Paniradya Ekonomi, Paniradya Yayasan Umum, Paniradya Peneragan dan Propaganda.

Tepat pada tanggal 3 Januari 2019, Paniradya Kaistimewan mulai bertugas mewujudkan Keistimewaan Yogyakarta dalam segala urusan sesuai Undang-Undang Keistimewaan Nomor 13 Tahun 2012.

Ada 5 aspek kestimewaan DIY yang diatur dalam Undang-Undang Keistimewaan No 13 Tahun 2012, yaitu mekanisme pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY dengan penetapan di DPRD, kelembagaan pemerintah DIY, pertanahan, kebudayaan dan tata ruang.

Dengan begitu, Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta No 13 Tahun 2012 merupakan salah satu artefak sejarah kepemimpinan yang demokratis sebelum kemerdekaan Republik Indonesia berdiri.

Sumber: Paniradya Kaistimewan.

Baca juga artikel menarik lainnya pacarkecilku.

Load More Related Articles
Load More By pacarkecilku
Load More In Event